Rabu, 01 Juli 2009

BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama berkaitan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), manajemen, dan kurikulum yang diikuti oleh perubahan-perubahan teknis lainnya. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalahan penddikan, baik masalah-malasah konvensional maupun masalah-masalah yang muncul bersamaan dengan hadirnya ide-ide baru (masalah inovatif). Di samping itu, melalui perubahan tersebut diharapkan terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia untuk mempersiapkan bangsa Indonesia memasuki era kejagatan dalam kesemrawetan global.
Terkait Hal tersebut Sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut peranan pendidikan sangat menentukan pendidikan yang pada umumnya dilaksanakan di sekolah karena sekolah berfungsi untuk meneruskan nilai-nilai luhur bangsa kepada generasi muda serta berlangsungnya proses pembelajaran. Untuk terjadinya Proses Belajar Mengajar dan meneruskan nilai-nilai luhur yang efektif perlu adanya kerja sama yang baik antara guru dan siswa, orang tua dan masyarakat disekitarnya sudah barang tentu di bawah koordinasi seorang manager yaitu Kepala Sekolah.
Perubahan-perubahan di atas menuntut berbagai tugas yang harus di lakukan oleh para kepala sekolah sebagai pemimpin di sebuah lembaga pendidikan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Dalam upaya Peningkatan kualitas lulusan peserta didik, Kehadiran kepemimpinan kepala sekolah sangat penting karena merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Begitu pentingnya peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah.
Kepala Sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Pada saat menjadi guru tugas pokoknya adalah mengajar dan membimbing siswa untuk mempelajari mata pelajaran tertentu sedangkan Kepala Sekolah tugas pokoknya adalah “memimpin“ dan “mengelola” guru beserta stafnya untuk bekerja sebaik-baiknya demi mencapai tujuan sekolah.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Pentingnya kepemimipinan seperti yang dikemukakan oleh Allan Tucker dalam bukunya Syafaruddin yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (2002:50), menyatakan bahwa kepemimpinan ialah kemampuan untuk mempengaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu.
Dalam rangka inilah pendidikan sangat diperlukan sebagai strategi untuk Peningkatan kualitas suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nasionation Charachter Building). Oleh karena itu, lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tangung jawab dalam mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat sekolah masing-masing, walaupun pada kenyataannya Peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Karena hal ini bukan merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan persoalan yang komplek dan rumit yang memerlukan manajemen yang baik dan terarah.
Disamping itu, kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam Peningkatan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Supardi bahwa sangat erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kepala sekolah, iklim budaya sekolah, dan prilaku nakal peserta didik dalam sekolah. Dengan itu kepala sekolah bertujuan atas manajemen pendidikan secara makro yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat PP. 28 tahun 1990 bahwa : ”Kepala Sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasana”.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang berintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pembangunan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antata lain dengan NEM siswa untuk berbagai studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Yaitu strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Dalam konteks ini, lembaga sekolah harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. David F.Salisbury (1996:149) dalam Five Technology in Educational Change menjelaskan : “Upaya memperbaiki kualitas output sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif”.
Kepemimpinan penting sekali dalam mengejar mutu yang diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah hanya akan maju bila dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki keterampilan manejerial, serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan mutu. Kemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai dengan iklim organisasinya.
Untuk menciptakan sekolah yang fungsional dan efektif dalam mencapai harapan pelanggan, maka perlu diciptakan hal-hal yang baru dalam organisasi pendidikan, baik dalam hal pilihan metode pengajaran, pembiayaan yang efektif, penggunaan alat-alat teknologi pengajaran yang baru, materi pengajaran yang bermutu tinggi, dan kemampuan menciptakan dan menawarkan lulusan. Para pemimpin lembaga pendidikan yang ingin mengarahkan organisasinya ke dalam era baru memerlukan pengertian akan dinamika perubahan dan mengelola perubahan itu sendiri. Untuk mewujudkan perubahan sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian mutu lulusan dan pelayanan pelanggan yang terbaik.
Inilah yang mendasari penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Lulusan di MTs Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.

B. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa alasan yang mendasari peneliti untuk memilih judul “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Lulusan di MTs Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi” yaitu :
1. Judul di atas sangat relevan dan signifikan dengan bidang spesialisasi peneliti, yaitu dalam konteks ketarbiyahan (pendidikan).
2. Kepemimpinan kepala sekolah suatu hal yang penting dalam peningkatan kualitas lulusan, karena kepala sekolah sekaligus sebagai pemimpin di sebuah lembaga merupakan motor penggerak terhadap tercapainya visi dan misi sekolah tersebut.
3. Bahan yang diperlukan untuk membahas cukup tersedia, baik berupa data lapangan maupun referensi yang dibutuhkan.
C. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahpahaman, maka perlu dikemukakan batasan pengertian secara ringkas yang terkait dengan judul di atas, yaitu :
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Pentingnya kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemen: a Guide to Executive dalam Sadili Samsudin yang dimaksud dengan “Kepemimpinan adalah kemampuan menyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau berkerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Sementara mulyasa mendefinisikan kepemimpinan sebagai “Kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.
Sedangkan pengertian Kepala Sekolah yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan “pemimpin sekolah atau suatu lembaga dimana tempat menerima dan memberi pelajaran”.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam menjalankan dan memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
2. Kualitas Lulusan
Pengertian secara umum kualitas mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa. Dalam konteks pendidikan pengertian kualitas, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang berkualitas terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademik maupun yang non-akademik dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap semester, akhir semester, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang di capai atau hasil pendidikan (student achevement) dapat berupa test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.
D. Fokus dan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penelitian ini difokuskan pada “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Lulusan”. Fokus penelitian dijabarkan dalam rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan ?
2. Bagaimana upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terhadap kepemimpinan kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi dalam peningkatan kualitas lulusan ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan pada fokus penelitian. Dengan demikian secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.
2. Untuk mengungkap upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.
3. Untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat terhadap kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini sangat urgen dan sekaligus banyak manfaatnya dilihat dari perspektif teoritis dan praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperkaya konsep kepemimpinan kepala sekolah.
2. Untuk menambah khazanah keilmuan dibidang peningkatan kualitas lulusan.
3. Berguna bagi kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan di MTs Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.
4. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi guna menemukan kekurangan dan kelemahan pengelolaan manajemen khususnya yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan sehingga dapat dicarikan solusi untuk arah perbaikan.
5. Dapat mendukung terhadap keilmuan dan pengetahuan sebagai mahasiswa Program Strata 1 (S.1) konsentrasi Pendidikan Agama Islam dan upaya untuk mencari jawaban yang selama ini menjadi perhatian peneliti yaitu kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu, semua dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan , foto, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya “mengapa”, “alasan apa”, dan “bagaimana terjadinya” akan akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadannya.
Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan definisi. Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Karena fokus penelitian ini adalah menyangkut kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi yang mengungkap alasan dan dasar pikiran pemilihan kepemimpinan kepala sekolah yang diterapkan dalam rangka Peningkatan kualitas lulusan, langkah-langkah kepemimpian kepala sekolah yang dilakukan oleh MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi dalam Peningkatan kualitas lulusan, ini berarti yang diteliti adalah suatu “proses”, agar apa yang diteliti tersebut betul-betul terungkap diperlukan pengamatan yang mendalam, maka sebaiknya proses tersebut didekati secara kualitatif.
Bogdan dan Biklen (1982:27-30) memberikan ciri khusus dari penelitian kualitatif yaitu : (1) penelitian kualitatif mempunyai latar alamiah. Kealamiahan penelitian ini tampak dengan dilakukannya penelitian secara langsung pada tempat terjadinya proses strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan, (2) penelitian ini bersifat deskriptif, (3) penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses dari pada hasil atau produk semata, (4) penelitian kualitatif cenderung mengarahkan data secara induktif dan (5) makna merupakan soal esensial untuk rancangan kualitatif.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data ini dalam rangka memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan dalam penelitian nanti, prosedur pengumpulan data menggunakan tiga cara, yakni observasi, wawancara, dokumentasi. Intrumen pokok penelitian ini adalah peneliti menggunakan alat bantu seperti kamera, pedoman wawancara, alat tulis seperti bolpoint, pensil, buku catatan kecil, dan lainnya yang diperlukan.
Berikut ini uraian prosedur pengumpulan data :
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu tehnik pengumpulan data yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem. Observasi juga disebut dengan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Hakikat observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik terhadap gejala-gejala yang diselidiki.
Dalam hal ini peneliti dalam bentuk observasi partisipasi yang berarti peneliti terlibat langsung atau dalam obyek penelitian. Adapun alasan penggunaan ini adalah sebagai berikut :
1. Dengan metode observasi akan lebih banyak melihat serta mengamati obyek penelitian.
2. Obyek yang diobservasi tidak terlalu terganggu ketika penelitian berlangsung.
3. Sebagai penguat dari data-data yang diperoleh atau dapat mempermudah terhadap pengumpulan data yang banyak karena pelaksanaannya cukup teratur.
Adapun data yang ingin diperoleh dengan metode ini antara lain :
1. Letak geografis dan gambaran umum tentang MTs Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi.
2. Keadaan fasilitas bangunan dan lingkup sekolah
3. Keadaan proses belajar mengajar
b. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Tehnik ini digunakan untuk mengetahui secara mendalam, mendetail atau intensif terhadap pengalaman-pengalaman informan dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji. Sebelum dimulai wawancara pertanyaan disiapkan terlebih dahulu (berupa pedoman wawancara) sesuai dengan jenis penggalian data yang diperlukan dan kepada siapa wawancara tersebut dilakukan.
Pertanyaan yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat, karenanya Fox (dalam Savilla, 1993) memberikan kreteria karakteristik pertanyaan yang efektif sebagai berikut : (a) Bahasanya jelas, (b) Ada ketegasan isi dan periode waktu (c) Bertujuan tunggal, (c) Bebas dari asumsi, (d) Bebas dari saran, (f) Kesempurnaan data bahasa.
Adapun data yang ingin diperoleh dengan metode wawancara ini sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualiltas lulusan.
2. Untuk mendapatkan gambaran tentang upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan.
3. Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi artinya catatan, surat atau bukti. Metode ini mengumpulkan data berupa catatan-catatan, surat bukti dalam bentuk foto, gambar dan lain-lain. Dokumen-dokumen ini dapat mengungkapkan bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakan-tindakannya.
Adapun data yang ingin diperoleh dalam penggunaan metode ini meliputi :
1. Sejarah berdirinya MTs Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
2. Data Struktur, Denah Sekolah, dan Daftar Guru
3. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
4. Keadaan fisik bangunan
5. Dokumen-dokumen yang terkait dengan upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan.

3. Teknik Analisis Data
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002:103) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Taylor, (1975:79) mendefinisikan analisa data sebagai proses merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis. Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan yang ke dua lebih menekankan maksud dan tujuan analisa data. Dengan demikian definisi tersebut dapat disintesiskan menjadi : Analisa data proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah kita menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorikannya.
Akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sudah meninggalkan lapangan. Selain menganalisis data. Peneliti juga perlu dan masih perlu mengalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan teori atau untuk menjastifikasikan adanya teori baru yang barangkali ditemukan.
Dengan demikian, hasil pembahasan penelitian didapat hasil yang akurat, menemukan hal yang baru atau memperkuat dan menambah hasil penemuan sebelumnya, tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapat gambaran yang jelas dan memudahkan dalam memahami penelitian ini penulis akan mengemukakan tentang sistematika pembahasan, yaitu sebagai berikut :
Bab I, Pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan judul, fokus dan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II, kerangka teoritis yang memaparkan tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam Peningkatan kualitas lulusan, yang terdiri dari sub pokok pembahasan yaitu Kepemimpinan kepala sekolah meliputi beberapa pembahasan seperti pengertian kepemimpinan kepala sekolah, fungsi kepemimpinan kepala sekolah, tipe-tipe kepemimpinan kepala sekolah, gaya kepemimpinan kepala sekolah, dan peranan kepala sekolah sebagai pemimpin. Sub pokok kedua membahasan tentang kualitas lulusan, meliputi pengertian mutu atau kualitas lulusan, komponen-komponen yang mempengaruhi kualitas lulusan. Pembahasan ketiga yaitu kajian teoritis tentang kepemimpina kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan.
Bab III, hasil-hasil penelitian yang memaparkan tentang lokasi penelitian. Termasuk penyajian data seperti : kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan, upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan dan faktor-faktor pendukung dan penghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan, dan Analisa data yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan.
Bab IV, kesimpulan dan saran-saran, yang memaparkan tentang kesimpulan penelitian dan saran-saran kepada pihak-pihak yang terkait.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
a. Kepemimpinan
Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan kata “memimpin”. Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Wahjosumidjo , dalam praktek organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya. Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi.
Istilah kepemimpinan mempunyai banyak batasan dan para pakar pendidikan memberikan pengertian Kepemimpinan yang berbeda-beda. Guna lebih memahami makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan menurut beberapa ahli pendidikan mengenai pengertian dan definisi tentang kepemimpinan.
a. Menurut Soepardi (Dalam Bukunya Mulyasa, “Manajemen Berbasis Sekolah”, 2002:1007) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “Kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.
b. Koontz, O’Donnel dan Weihrich (Dalam bukunya Wahjosumidjo, berjudul Kepemimpinan Kepala Sekolah, 2005:103). bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan secara umum, merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga mereka dengan penuh kemauan berusaha ke arah tercapainya tujuan organisasi.
c. Sedangkan menurut Sagala, makna kepemimpinan dapat diartikan bahwa “kepemimpinan merupakan suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi”.
Dari definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti : (1) di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih, (2) di dalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh memimpin terhadap bawahan.
Disamping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definsi tersebut juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti: (1) siapa yang mempergunakan pengaruh, (2) tujuan daripada usaha untuk mempengaruhi, dan (3) cara pengaruh itu digunakan.
Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang memiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan.
Bertolak dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.
b. Kepala Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya teradapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.”
Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo mengartikan bahwa :
“Kepala Sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.
Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka. Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. “Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah”. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.
2. Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam kehidupan organisasi fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan.
Berikut akan penulis uraikan fungsi-fungsi kepemimpinan :
a. Menurut James A. F. Stoner (dalam Wahjosumidjo, 2005:41)
1. Task related atau problem solving function, dalam fungsi ini pemimpin memberikan saran dalam pemecahan masalah serta memberikan sumbangan informasi dan pendapat.
2. Grup maintenance function atau social function meliputi pemimpin membentuk kelompok beroperasi lebih lancar, pemimpin memberikan persetujuan atau melengkapi anggota kelompok yang lain, misalnya menjembatani kelompok yang sedang berselisih pendapat, memperhatikan diskusi-diskusi kelompok. Lihat Gambar 1.1





b. Menurut Soekarto Indrafachrudi (Dalam http://fikrinatuna.blogspot.com) “Makalah Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah”, 2009, hal. 8.
1. Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
 Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.
 Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik.
 Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
2. Fungsi yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
 Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.
 Pemimpin berfungsi mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
 Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
c. Wahjosumidjo (1996:349), mengemukakan fungsi-fungsi kepemim-pinan yaitu : membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan, mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, menciptakan kepada perubahan secara efektif di dalam penampilan kelompok, dan menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendakai.
d. Sementara itu Sondang P. Siagian (dalam Suseno, “Tesis Kepemimpinan Pendidikan”, bab II.
tesis_suseno_bab2a.pdf, mengemukakan lima fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu (1). Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan, (2) Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi, (3) Pimpinan selaku komunikator yang efektif, (4) Mediator yang handal. Khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama menangani situasi konflik, (5) Pimpinan selaku integrator efektif, resional, objektif, dan netral.

3. Tipe-Tipe Kepemimpian Kepala Sekolah
Tipe Kepemimpinan sering disebut perilaku kepemimpinan atau gaya kepemimpinan (leadership style). Oleh karenanya dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia lakukan merupakan pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe kepemimpinan yang dijalankannya.
Di bawah ini akan diuraikan tipe-tipe kepemimpinan tersebut dengan maksud memberikan gambaran yang jelas mengenai persamaan dan perbedaannya, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam memahami gaya kepemimpinan disebabkan pengistilahan yang berbeda padahal maksud dan tujuannya sama.
1. Kepemimpinan Otoriter (Otokratik)
Kepemimpinan Otoriter disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahkanya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk dan kepada kekuasaannya. Pemimpin yang bersikap sebagai bos ini cenderung memberikan instruksi satu arah dan bawahan harus melaksanakannya.
Pemimpin yang bersikap otoriter ini berkeyakinan bahwa dialah yang merasa bertanggung jawa atas segala sesuatu sehingga maju mundurnya lembaga yang dipimpinnya sangat tergantung kepada dirinya. Dengan demikian, anggota/personil tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan program kerja, pengambilan kebijakan atau keputusan kalau memang tidak diminta dan ditugasi. Dengan sendirinya personil atau pegawai haruslah bekerja keras dan penuh ketertiban dan ketelitian, serta tidak boleh berbuat atau bekerja yang menyalahi aturan atau pedoman yang telah digariskan oleh atasannya.
Tipe kepemimpinan yang bersifat otoriter ini pun dibagi menjadi tiga, yaitu “(1) otokratis keras, (2) otokratis baik (lembut), (3) otokratis inkompeten”. Untuk tipe otokratis keras ini mempunyai sifat ; memegang teguh/keras prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan, misalnya “bisnis adalah bisnis”. Ia tidak mau mendelegasikan wewenang dan tidak menyenangi inisiatif/masukan dari bawahan. Untuk tipe otokratis baik, mempunyai sifat; ada beban pikiran untuk berbuat bertanggung jawab, baik terhadap bawahan/karyawan, sedangkan tipe otokratis inkompeten mempunyai sifat; berusaha mendominisir orang lain, berusaha untuk berkuasa mutlak, tidak imbang jiwanya, tingkah-lakunya tergantung emosi sesaat, dan memaksa bawahan/karyawan mematuhi semua perintahnya tanpa mempertimbangkan kemampunan bawahan.
2. Kepemimpinan Laeissez-Faire
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana kepemimpinan Laeissez Faire menitikberatkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin Laeissez-Faire banyak memberikan kekebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya. Kepemimpinan Laeissez-Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan Laeissez-Faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakukan tidak terarah, perwujudan kerja samping siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.
Tipe kepemimpinan laissez faire ini akan afektif apabila diterapkan dalam proses pembelajaran, dimana guru diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih dan menggunakan strategi dalam proses pembelajaran kepada siswa. Di samping itu, gaya kepemimpinan ini juga tidak efektif, jika diterapkan kepada siswa untuk menentukan arah, jenis, dan kebijakannya dalam melaksanakan kegiatan kesiswaan (sesuai dengan alam dirinya).
3. Kepemimpinan Demokrasi
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai faktor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga menghargai dan hormat menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokrasi mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Sekaligus bersikap supportif dan mendukung apa yang menjadi ide atau usul anggota, selama ide itu ditujukan untuk kemajuan lembaga. Untuk menumbuhkan iklim yang harmonis, pemimpin ini juga memperhatikan kebutuhan bawahan atau kesejahteraannya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi pendidikan.
Menurut siagian ada 5 tipe kepemimpinan : (1) otokratis, menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, dan tidak mau menerima pendapat, saran dan kritik dari anggotannya. (2) militeristis, menggerakkan bawahan sering menggunakan cara perintah, senang bergantung pada jabatan, senang formalitas yang berlebih-lebihan, dan sulit menerima kritik dan saran dari bawahnnya. (3) paternalistis, menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa, terlalu melindungi, jarang memberi kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan, hampir tidak pernah memberi kesempatan pada bawahan untuk berinisiatif sendiri dan mengembangkan krasi dan fantasinya. (4) karismatis, memiliki daya penarik yang sangat besar sehingga memiliki pengikut yang besar jumlahnya, pengikutnya tidak dapat menjelaskan mengapa mereka tertarik mengikuti dan mentaati pemimpinnya, dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib, karisma yang dimilikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan atau ketampanan si pemimpin. (5) demokratis, dalam menggerakkan bawahan berpendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahan, senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan.

4. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Di lihat dari segi efektif dan tidak efektif gaya kepemimpinan menurut Drs. E. Mulyasa, dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah, di kemukakan bahwa gaya kepemimpinan dikelompokkan sebagai berikut.
1. Gaya Efektif
a. Executif, gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha memotivasi anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan menempatkan individu sebagai manusia.
b. Developer, gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian menimum terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan pengembangan individu.
c. Benevolent Authocrat, gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
d. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.
2. Gaya yang tidak Efektif
a. Compromiser, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan dan masalah.
b. Missionary, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada keharmonitas dan tidak bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.
c. Autocrat, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijaksanaan dan keputusan sendiri.
d. Deserter, gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu dibutuhkan.
Kepemimpinan yang baik adalah suatu kepemimpinan yang menunjukkan kombinasi antara hubungan pemimpin anggota yang baik dengan tugas-tugas yang teratur dan terstruktur, dan kedudukan kekuasaan yang tinggi yang dimiliki oleh pemimpin. Gaya gaya kepemimpinan menurut Sergovanni dan Starrat (dalam sagala, “Administrasi Pendidikan Kontemporer”, 2000:153) telah mengidentifikasikan dua dimensi kunci kepemimpinan yakni :
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pelaksanaan pekerjaan dan tugas.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi terhadap kebutuhan atau perasaan manusia dan hubungan diantara mereka.
Dalam situasi yang tidak tepat, gaya kepemimpinan tersebut menjadi kurang efektif, tetapi dalam situasi yang tepat ia menjadi sangat efektif. Gaya kepemimpinan yang ideal menggunakan semua gaya yang ada sebaik mungkin pada situasi yang mendukung dan memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan itu sendiri. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentukan gaya apa yang digunakan, karenanya tidak mungkin menerapkan satu gaya secara efesien.
Menurut teori kepemimpinan situasional gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam tingkat kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah sebagai berikut :
1. Gaya Mendikte (Telling)
Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah. Dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan apa, bagaimana, kapan, dan di mana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja.
2. Gaya Menjual (Selling)
Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderet. Mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tetapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Gaya ini disebut menjual pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak. Dalam tingkat kematangan anak buah seperti ini, diperlukan tugas serta hubungan yang tinggi agar dapat memelihara dan dan meningkatkan kemauan yang dimiliki.
3. Gaya Melibatkan Diri (Partisipating)
Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Mereka mempunyai kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan. Gaya ini disebut mengikut sertakan karena pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kematangan seperti ini, upaya tugas tidak diperlukan, namun upaya hubungan perlu ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah.
4. Gaya Mendelegasikan (Delegating)
Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan umum. Hal biasa dilakukan jika anak berada pada tingkat kedewasaan yang tinggi. Dalam tingkat kematangan seperti ini upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja, demikian pula upaya hubungan.
5. Peranan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Peranan kepala sekolah sebagai leader tampak dalam usaha mempengaruhi staf sekolah untuk melaksanakan tugas-tugas dengan penuh antusias demi tercapainya tujuan pendidikan. Beberapa peranan penting kepala sekolah sebagai leader antara lain meliputi :
a. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan (EduacationalLeader)
Kepala sekolah pada dasarnya adalah pemimpin. Ia adalah pemimpin bagi guru, pegawai non guru dan anak didik. Ini membawa implikasi bahwa peranan kepala sekolah sangat penting dalam menentukan operasional kerja harian, mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai problematika ini sebagai komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan supervisi pengajaran, konsultasi, dan perbaikan-perbaikan penting guna mengingkatkan kualitas pembelajaran. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu “Setiap satuan pendiidkan dipimpin oleh seorang kepala sekolah sebagai penangung jawab pengelolaan pendidikan”.
Di lingkungan sekolah, kepala sekolah memiliki kepemimpinan kembar, yaitu “kepemimpinan formal (formal leadership) dan informal (informal leardership)”. Sebagai pemimpin formal, pengaruh yang diberikan kepada orang-orang yang dipimpinnya bersifat formal. Artinya ia menggerakkan dan mengarahkan guru, pegawai non guru serta anak didik dalam suasana kedinasan. Kepala sekolah dapat menjadi pemimpin informal karena pengalamannya yang lebih banyakdibandingkan guru. Kelebihan kepala sekolah tidak terbatas pada pengalamannya saja tetapi juga kelebihan di bidang ketrampilan dan pengetahuan tentang mengajar yang efektif. Dengan kelebihannya itu ia menjadi orang yang paling tepat dimintai bantuan oleh guru.
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti : “latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas”.
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (1999:110) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
b. Kepala Sekolah sebagai Manajer (Manegement Leader)
Wahjosumidjo (2005:94) mengemukakan bahwa “Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Manajemen sebagai suatu proses, karena semua manajer bagaimanapun juga dengan ketangkasan dan keterampilan yang khusus, mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan tersebut dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Sesuai dengan uraian James A.F.Stoner dalam bukunya Wahjosumidjo berjudul Kepemimpinan Kepala Sekolah (2005:95), manajemen sekolah sebagai suatu proses dapat dilukiskan melalui Gambar 1.2 sebagai berikut.






Menurut Stoner ada delapan macam fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organisasi, yaitu bahwa para manajer :
1. Bekerja dengan, dan melalui orang lain
2. Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan
3. Dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai persoalan
4. Berpikir secara realistik dan konseptual
5. Adalah juru penengah
6. Adalah seorang politisi
7. Adalah seorang diplomat
8. Pengambil keputusan yang sulit
Kedelapan fungsi manajer yang dikemukakan oleh Stoner tersebut tentu saja berlaku bagi setiap manajer dari organisasi apa pun, termasuk kepala sekolah sehingga kepala sekolah yang berperan mengelola kegiatan sekolah harus mampu mewujudkan kedelapan fungsi dalam perilaku sehari-hari.
c. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Administrasi (Administrative Leader)
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola adminitrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.
Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai administrator, khususnya dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas sekolah, dapat dianalisis berdasarkan beberapa pendekatan, baik pendekatan sifat, pendekatan perilaku, maupun pendekatan situasional. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu bertindak situasional, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Meskipun demikian, pada hakekatnya kepala sekolah harus lebih mengutamakan tugas (task oriented), agar tugas-tugas yang diberikan kepada setiap tenaga kependidikan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Kepala sekolah sebagai yang bertanggung jawab di sekolah mempunyai kewajiban menjalankan sekolahnya. Ia selalu berusaha agar segala sesuatu di sekolahnya berjalan lancar, misalnya : murid-murid dapat belajar pada waktunya, guru-gurunya siap untuk memberikan pelajaran, waktu untuk mengajar dan belajar agar teratur, fasilitas dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar harus tersedia dan keuangan yang diperlukan dalam keseluruhan proses belajar-mengajar harus diusahakan dan digunakan sebaik-baiknya.
Dengan singkat dapat kita rumuskan : kepala sekolah harus berusaha agar semua potensi yang ada di sekolahnya, baik potensi yang ada pada unsur manusia maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, agar tujuan sekolah dapat tercapai dengan sebaik-baiknya pula. Jadi kepala sekolah adalah seorang administrator dalam pendidikan.
d. Kepala Sekolah sebagai Pembina Staf (Supervisory Leader)
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Sebagai supervisor dalam pendidikan, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dari supervisor di bidang lain (misalnya : direktur, pengawas teknik, kepala bagian dan sebagainya). Seorang kepala sekolah dalam pengetahuan teknis dan ijazah banyak guru-guru yang setaraf, bahkan mungkin ada yang melebihi kepala. Guru-guru pada umumnya sudah mempunyai pengalaman dan keahlian profesional, dan dalam sosial ekonomi banyak guru-guru yang setaraf, bahkan mungkin lebih daripada kepala. Karena itulah bagi seorang kepala sekolah lebih berat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin.
Kepala sekolah sebagai supervisor dapat dilakukan secara efektif antara lain melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual, dan simulasi pembelajaran.
Menurut John Minor Gwyn dalam bukunya “Theory and Practice of Supervisor”, dijelaskan ada dua macam teknik supervisi, yaitu :
1. Individual devices
2. Group devices
Atas dasar itu, maka dikemukakan beberapa teknik supervisi sebagai berikut :
1. Program orientasi
2. Perkunjungan kelas
3. Observasi kelas
4. Pelajaran contoh
5. Rapat guru
6. Perpustakaan jabatan
7. Saling mengujungi kelas
Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan (guru) harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk membantu melaksanakan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisi antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kesadaran tenaga kependidikan (guru) untuk meningkatkan kinerjanya, dan meningkatnya keterampilan tenaga kependidikan (guru) dalam melaksanakan tugasnya.
e. Kepala Sekolah sebagai Pendidik
Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi (aceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
Sumidjo (1999:122) mengemukakan bahwa memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni “pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik”.
Sebagai educator, kepala sekolah harus senantiasa berupa meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat mempengaruhi profesional kepala sekolah, terutama dalam mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil kepala sekolah, atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai educator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Pertama, mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran, untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengatahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua, kepala sekolah harus berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan pengumuman.
Ketiga, menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannnya secara efektif dan efisien untuk kepentigan pembelajaran.

B. Tinjauan Teoritis Tentang Kualitas Lulusan
1. Pengertian Kualitas Lulusan
Dalam konteks pendidikan pengertian kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input, seperti : bahan ajar (kognitif, afektif, dan psikomotor), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana prasarana, sumber daya lainnya, dan penciptaan suasana yang kondusif.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, dapat pula prestasi bidang lain seperti olah raga, seni atau keterampilan tertentu (komputer, beragam jenis teknik, jasa). Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.
Pengertian kualitas secara umum adalah “gambaran dan karakteristik yang menyeluruh dari barang–barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan dalam konteks pendidikan”. Pengertian mutu mencakup Input, proses dan output pendidikan (Depdiknas Buku 1 MPMBS, 2001:25).
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena kebutuhan untuk keberlangsungan proses. Input pendidikan meliputi SDM dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses dan pencapaian target.
Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu yang diperoleh dari hasil proses disebut output. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud dengan proses pendidikan adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar, dan proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dibandingkan dengan proses-proses yang lain.
Output pendidikan merupakan hasil kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitas, efektivitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja dan moral kerjanya.
Mengacu kepada beberapa pendapat di atas maka kualitas pendidikan dapat didefinisikan proses optimalisasi input, proses, dan output secara holistik. Sementara mutu sekolah dapat didefinisikan proses perolehan prestasi yang optimal di bidang akademik dan non akademik. Sekolah disebut berkualitas, apabila prestasi sekolah khususnya prestasi peserta didik menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam (1) Hasil tes kemampuan akademik yang berupa nilai ulangan umum, nilai ebta/ebtanas, dan UMPTN (2) Prestasi dibidang lain seperti olahraga, kesenian, ketrampilan, mengarang dan lain-lain.
Dalam bukunya Drs. Nurkolis, M.M yang berjudul “Manajemen Berbasis Sekolah”, kualitas memiliki dua konsep yang berbeda antara konsep absolut dan relative. Kualitas dalam makna absolut adalah yang terbaik, tercantik, terpercaya. Dalam konsep relatif, kualitas bukan merupakan artibut dari produk atau jasa. Sesuatu dianggap berkualitas jika produk atau jasa memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu, kualitas bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan sebagai alat ukur atas produk akhir dari standar yang ditentukan. Definisi kualitas dalam konsep relatif ini memiliki dua aspek, yaitu dilihar dari sudut pandang produsen maka kualitas adalah mengukur berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan dan dari sudut pandang pelanggan maka kualitas untuk memenuhi tuntutan pelanggan.
Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal adalah kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga kelompok, yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan tersier. Pelanggan eksternal primer adalah peserta didik. Pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan. Pelanggan eksternal tersier adalah pasar kerja, pemerintah, dan masyarakat luas.
Ada suatu pendapat yang memfokuskan pada pelanggan eksternal primer, yaitu peserta didik bahwa pendidikan (lulusan) berkualitas adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi: pertama, pembelajar sepanjang hayat, kedua, komunikator yang baik dalam bahasa nasional dan internasional, ketiga, berketerampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari, keempat, siap secara kognitif untuk pekerjaan yang kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan, kelima, menjadi warga negara yang bertanggung jawab secara sosial, politik, dan budaya.
Dari berbagai pengertian yang ada, pengertian kualitas lulusan sebagai kemampuan lembaga pendidikan untuk menghasilkan “better students learning capacity” sangatlah tepat. Dalam pengertian itu terkandung pertanyaan seberapa jauh semua komponen masukan instrumental ditata sedemikian rupa, sehingga secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil dan dampak belajar yang optimal. Yang tergolong masukan instrumental yang berkaitan langsung dengan “better students learning capasity” adalah pendidik, kurikulum, dan bahan ajar, iklim pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar, dan materi belajar. Sedangkan masukan potensial adalah siswa/mahasiswa dengan segala karakteristiknya seperti : kesiapan belajar, motivasi, latar belakang sosial budaya, bekal ajar, gaya belajar, serta kebutuhan dan harapannya.
2. Komponen-komponen yang mempengaruhi terhadap kualitas lulusan
a. Kurikulum
Membentuk manusia yang good and smart adalah filosofi dasar pendidikan menurut socrates pada 2400 tahun yang lalu. Berbicara tentang pendidikan tidak akan terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlepas dari kurikulum yang sedang berlaku saat itu. Kurikulum merupakan salah satu hal yang cukup vital bagi dunia pendidikan. Sejak Indonesia merdeka, kurikulum yagn ada di Indonesia telah mengalami perubahan beberapa kali, Berikut ini adalah perjalanan kurikulum di Indonesia.
1. Kurikulum 1947
2. Kurikulum 1952
3. Kurikulum 1964
4. Kurikulum 1968
5. Kurikulum 1975
6. Kurikulum 1984
7. Kurikulum 1994
8. Kurikulum Berbasis Kompetensi Versi tahun 2002 dan 2004
9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dari perubahan-perubahan yang terjadi tersebut dimaksudkan untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia semakin membaik.
Istilah “Kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni curriculum awalnya mempunyai pengertian a running course, dan dalam bahasa Prancis yakni courier berarti to run = berlari. Istilah itu kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan dalam dunia pendidikan, yang dikenal dengan ijazah.
Dalam perkembangannya kurikulum juga mengalami penafsiran yang beragam dari para ahli pendidikan, khususnya yang berkompeten membicarakan tentang kurikulum tersebut. Karenanya hampir setiap kali kurikulum memiliki rumusan sendiri. Meskipun aspek-aspek kesamaannya tetap tampak. Berdasarkan pemahamannya, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan pengertian tersebut kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat sekolah.
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : “(1) tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi”. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
Masing-masing komponen tersebut berkaitan erat, saling menunjang, dan merupakan kesatuan yang tak dapat lepas satu dengan lainnya. Apabila satu komponen saja yang memiliki kelemahan, maka akan berpengaruh dan menjadi lemah pula komponen-komponen lainnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan lemahnya kurikulum itu. Komponen tujuan, misalnya, yang diantaranya memuat berbagai “kemampuan” yang diharapkan dapat dimiliki lulusannya, harus ditunjang oleh “kesesuaian” materi (bahan) pelajaran, Proses Belajar Mengajar (PBM), dan evaluasi yang dapat mengukur keberhasilan tujuan tersebut.
Untuk melihat progres pencapaian kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotorik maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya menganai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan (lulusan).
b. Guru
Dalam rangka mendukung terwujudnya suasana proses belajar mengajar yang berkualitas di sekolah diperlukan adanya guru yang profesional. Karakteristik guru yang profesional adalah sedikitnya ada lima karakteristik dan kemampuan profesional guru yang dikembangkan, yaitu : (1) menguasai kurikulum, (2) menguasai materi semua mata pelajaran, (3) terampil menggunakan multi metode pembelajaran, (4) memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya, dan (5) memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya.
Sedangkan guru yang efektif ialah guru yang memberikan peluang-peluang maksimal untuk belajar. Dengan kata lain, efektivitas guru adalah dalam konteks mengajar. Mengajar efektif adalah kegiatan mengajar yang menciptakan iklim kondusif bagi pelajar untuk belajar dengan baik dan berhasil. Paling tidak guru trampil dalam mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang telah dibuatnya menjadi sebuah pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenanngkan (PAKEM) yang telah diuraikan tidak selalu menuntut adanya pengelompokan-pengelompokan siswa. Oleh karena itu, guru profesional harus mampu menggunakan macam-macam metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.
Menciptakan kondisi agar anak dapat belajar bagaimana belajar dapat diberi makna bagaimana cara merangsang pikiran anak. Rose dan Nicholl (1997) menawarkan “resep” mengenai hal ini. Pertama, para siswa harus didorong agar mampu belajar bagaimana belajar, dengan cara menemukan masalah, bukan memecahkan masalah yang ditawarkan oleh guru. Kedua, belajar harus diorganisasikan secara menyenangkan, di samping membangun percaya diri. Ketiga, pengetahuan harus disampaikan oleh guru dengan pendekatan multisensoris dan multimodel. Keempat, orang tua dan masyarakat harus terlibat sepenuhnya dalam proses pendidikan anak. Kelima, prinsip-prinsip kualitas dalam bisnis harus mewarnai perilaku sekolah.
c. Siswa
Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar (Sutomo, 1999:27). Di dalam pross belajar-mengajar siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa akan menjadi faktor penentu sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Setiap siswa memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut menurut Bobi Deporter menamakannya sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetik. Tipe visual, adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya sisiwa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial, adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarnya, sedangkan tipe kinestetik, adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
d. Pengelolaan Oleh Kepala Sekolah
Sudah banyak kajian para ahli tentang kepala sekolah yang telah dituangkan baik dalam bentuk buku, makalah, maupun tulisan di media masa. Rata-rata para ahli sepakat mengatakan bahwa kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah. De Roche mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik. Karena itu wajar kalau dikatakan bahwa the key person keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan (lulusan) di sekolah adalah kepala sekolah.
Kepala sekolah, selaku “school master” harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan segala sumber daya yang ada di lingkungan sekolah, yang dibinanya bagi kelangsungan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. Namun demikian, kepala sekolah harus mampu membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Kepala sekolah tidak saja harus menguasai keterampilan manajerial, tetapi juga keterampilan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar.
e. Sarana Prasarana
Secara Etimologis (Bahasa) sarana berarti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya : Ruang, Buku, Perpustakaan, Laboratorium, dsb. Sedangkan prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. Misalnya : lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang, dsb. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sarana dan prasarana pendidikan itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya prosess pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.
Sedangkan menurut keputusan Menteri P dan K No. 079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu :
1. Bangunan dan perabot sekolah.
2. Alat pelajaran yang terdiri, pembukuan, alat-alat peraga dan laboratorium.
3. Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil.
Masalah mutu hasil belajar bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat lunak, misalnya kemampuan profesional, pribadi, dan sosial guru, etos belajar anak, kondisi sosial dan ekonomi orang tua anak didik, lingkungan belajar anak di luar sekolah, kebanggaan anak terhadap sekolah, dan lain-lain. Hal-hal yang bersentuhan dengan sumber fisik, seperti buku, media pembelajaran, kursi sekolah, papan tulis yang bagus, dan sebagainya relatif mudah pengadaannya. Semuanya tidak lebih dari alat yang tidak secara otomatis akan mampu mengdongkrak prestasi belajar siswa.

f. Lingkungan Sekolah
Belajar akan lebih bermakna apabila dalam proses belajar-mengajar dikaitkan dengan keadaan lingkungan, sehinggga anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang merangsang dan tidak konversional, akan belajar menikmati keragaman, keterbukaan, dan orisinalitas. Kesempatan dan kebebasan untuk melakukan macam-macam kegiatan, selalu memberikan anak-anak pengalaman-pengalaman baru. Ibu Jason menganggap penting untuk mencari keindahan dalam segala sesuatu, untuk mendorong mengungkap perasaan. Ia melihat setiap anak mempunyai kekuatan dan kelemahannya, keunikannya. Menerima dan menghargai keunikan anak itu merukapan langkah awal dalam mengembangkan kreativitas anak.
Lingkungan dapat digolongkan dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Lingkungan fisik berupa : bangunan, jalan, sungai, lading, sawah, hutan, kebun, dan lain-lain. Lingkungan fisik tersebut dimanfaatkan dalam proses belajar-mengajar dengan cara mengkaitkan dengan pokok pembahasan yang terdapat dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), seperti pada mata pelajaran IPS kelas V sub pokok bahasan pelayanan transportasi dan komunikasi. Dalam hal ini anak bisa diajak untuk mengamati jalan yang ada di sekitarnya dan mengamati jenis kendaraan yang lewat.
Lingkungan fisik jelas mempengaruhi proses belajar, suara, cahaya, suhu, tempat duduk, dan sikap tubuh semuanya penting. Orang juga memiliki berbagai kebutuhan emosional. Dan emosi berperan penting dalam proses belajar. Dalam banyak hal, emosi adalah kunci bagi sistem memori otak. Muatan emosi dari presentasi dapat berpengaruh besar dalam memudahkan pelajar untuk menyerap informasi dan ide.
Lingkungan sosial budaya adalah upaya agar dalam kegiatan belajar dapat memanfaatkan lingkugan seperti :
1. Mengukur keliling luas halaman sekolah, ladang sawah, lapangan sepak bola, lapangan bulu tangkis, dan sebagainya.
2. Mengadakan gerakan air dan pencemaran air di sungai, selokan, sawah.
3. Mengadakan percobaan untuk menyelidiki kesuburan tanah dan lingkungan.
4. Mendundang nara sumber untuk menjelaskan adat istiadat dan tatacara upacaya pengantin, upacara turun ke sawah.
5. Mengundang Lurah/Kepala Des atau mengunjugi kelurahan untuk memperoleh informasi tentang pemerintahan desa.
6. Mengunjungi atau mengundang dokter atau petugas puskesmas untuk memberikan penjelasan tentang masalah kesehatan, pencegahan penyakit menular, KB dan sebagainya.
C. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Lulusan
Kepemimpinan penting sekali dalam mengejar mutu yang diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah hanya akan maju bila dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki keterampilan manajerial, serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan mutu. Kepemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai dengan iklim organisasinya.
Untuk menciptakan sekolah yang fungsional dan efektif dalam mencapai harapan pelanggan, maka perlu diciptakan hal-hal yang baru dalam organisasi pendidikan, baik dalam pemilihan metode pengajaran, pembiyaan yang efektif, penggunaan alat-alat teknologi pengajaran yang baru, materi pengajaran yang bermutu tinggi, dan kemampuan menciptakan dan menawarkan lulusan. Para pemimpin lembaga pendidikan yang ingin mengarahkan organisasinya ke dalam era baru memerlukan pengertian akan dinamika perubahan dan mengelola perubahan itu sendiri. Untuk mewujudkan perubahan organisasi dalam manajemen mutu lulusan, pendidikan sangat bergantung pada efektivitas kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian mutu lulusan dan pelayanan pelanggan yang terbaik.
Untuk menciptakan sekolah seperti itu, tanggung jawab utama (key person) beada di pundak kepala sekolah. Dikatakan demikian karena sudah lama diakui oleh pakar manajemen pendidikan, kepala sekolah merupakan kunci efektif tidaknya suatu sekolah. Kepala sekolah dikatakan faktor kunci karena kepala sekolah memainkan peranan yang sangat penting dalam keseluruhan spektrum pengelolaan sekolah. Sebagai manajer pendidikan yang profesional, kepala sekolah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sukses tidaknya sekolah yang dipimpinnya. Ini berarti bahwa profesionalisme kepala sekolah menjadi sebuah keharusan.
Kepemimpinan mutu menjadi prasyarat untuk mencapai maksud tersebut, yaitu kemampuan kepala sekolah untuk bekerja dengan atau melalui staf administrasi dan tenaga akademiknya. Seorang kepala sekolah seyogianya memahami betul mengenai visi lembagannya. Mereka harus mampu membudayakan kerja secara dan dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada untuk mendukung mutu yang dikehendaki.
Ada lima kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah.
1. Kepala sekolah memahami visi organisasi dan memiliki visi kerja yang jelas.
2. Kepala sekolah mampu dan mau bekerja keras. Maksudnya, kepala sekolah tidak cukup memiliki daya dorong kerja yang tinggi, tetapi juga harus memiliki kemampuan fisik yang kuat.
3. Kepala sekolah tekun dan tabah dalam bekerja dengan bawahan, terutama tenaga administratif dan tenaga akademiknya.
4. Kepala sekolah memberikan layanan secara optimal dengan tetap tampil secara rendah hati.
5. Kepala sekolah memiliki disiplin kerja yang kuat.
Kembali ke pemikiran tersebut, jelaslah bahwa kepala sekolah memegang kunci dalam keberhasilan meningkatkan kualitas lulusan. Bekal kemampuan, keahlian, dan keterampilan menjadi keniscayaan bagi kepala sekolah untuk mampu menjalan roda kelembagaannya. Selain itu kepala sekolah harus mampu menampilkan kepemimpinan tim (team leadership) bersama wakil kepala sekolah, demikian juga dengan guru dan staf lainnya.
Disamping itu, kepala sekolah dan tim harus mampu menjalin komunikasi dengan masyarakat, mengelola sumber-sumber, bekerja sama dengan orang tua murid dan keluarga, serta membuat kebijakan dan praktik kerja yang manjur bagi perbaikan prestasi belajar siswa. Di samping menjalankan roda kepemimpinan di sekolahnya, kepala sekolah dan tim harus mampu melakukan hubungan yang sinergis dengan Dinas Diknas, Pemerintah Kabupaten atau Kota, dan pengguna lain dalam kerangka mendesain program pendidikan dan pembelajaran, menjadwalkan program pendidikan dan pembelajaran, pengembangan staf, dan tugas-tugas lainnya.
Apa sebenarnya hakikat kepemimpinan ? dalam kaitan ini, Allan Tucker (1992) mengemukakan ialah kemampuan untuk mempengaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu. Intinya, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau melakukan pekerjaan dengan sukarela dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam kepemimpinan itu terdapat unsur pemimpin (learder), anggota (follower), dan situasi (situation).
Dalam proses pendidikan, kepemimpinan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah (lulusan). Sahertian menegaskan bahwa kepemimpinan pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, yang dimaksud pemimpin adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses perbaikan yang berada pada semua level kelembagaan pendidikan. Para pemimpin pendidikan harus memiliki komitmen terhadap perbaikan mutu dalam fungsi utamanya. Oleh karena itu, fungsi dari kepemimpinan pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta semua staf lain yang mendukungnya. Keberadaan anggota atau staf adalah juga penting dalam organisasi. Kauzes dan Posner menjelaskan “There is no leadership without someone following”. Hal ini berarti bahwa kepemimpinan organisasi tidak akan berjalan tanpa peran pengikut atau staf. Seorang pemimpin tak terkecuali kepemimpinan manajerial dalam organisasi, untuk mencapai suatu tujuan tidak bekerja sendirian. Para pemimpin membagi tugas-tugas kepada anggotanya, menjelaskan tujuan dan program, mempengaruhi dan mendorong dengan memberikan gaji atau insentif, serta menampilkan keteladanan.
Boleh dikatakan bahwa kinerja seorang kepala sekolah sering diukur dari kualitas dan kinerja bawahannya, yaitu guru dan karyawan lainnya, karena kinerja para anggota organisasi sekolah lahir dari keterampilan dan gaya kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan demokratis partisipatif dapat mendorong pemberdayaan dan keterlibatan guru dalam mengambil keputusan untuk memajukan sekolah. Untuk itu, sifat-sifat atau gaya (style) kepemimpinan merupakan syarat penting dalam menciptakan kepemimpinan pendidikan yang dapat memperjuangkan mutu lulusan.

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III
LAPORAN PENELITIAN
Dalam BAB ini akan disampaikan laporan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi. Laporan Penelitian ini berisi tentang Latar Belakang Objek, Penyajian Data, dan Analisis Data.
A. Latar Belakang Obyek Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
MTs. Nadlatul Wathon merupakan salah satu sekolah yang berkedudukan di daerah Banyuwangi, Kecamatan Licin Desa Licin. Keberadaan MTs. Nahdlatul Wathon dapat dikatakan sebagai representasi dari gagasan dan hasrat kuat umat islam untuk turut berpartisipasi dalam mengemban amanat tranformasi social bangsa menuju perwujudan “Masyarakat adil makmur materiil dan spiritual” melalui jalur pendidikan.
MTs. Nahdlatul Wathon didirikan pada tanggal 17 Juli 1983 oleh lembaga pendidikan Nahdlatul Wathon dan dibawah naungan lembaga pendidikan Ma’arif cabang Banyuwangi. Dalam perjalanannya MTs. Nahdlatul Wathon telah melakukan 4 kali bergantian kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah pertama adalah Drs. Mudzakkir, kemudian digantikan oleh kepala sekolah kedua yaitu Bpk. Imam, setelah selesai masa tugas kemudian digantikan oleh kepala sekolah yang ketiga yaitu Bpk. Sulhan, selanjutnya berganti lagi sebagai kepala sekolah yang keempat yaitu Bpk. Huldi, S.Ag hingga sekarang. Adapun maksud dan tujuan didirikanya Madrasah ini adalah mendidik para siswa-siswi agar menjadi insan yang memiliki iman dan taqwa (IMTAQ) dan berilmu pengetahun (IPTEK) yang seimbang, cerdas, terampil, dan berakhlakul karimah.
2. Profil Sekolah
1. Nama Sekolah : MTs. Nahdlatul Wathon
2. Alamat : Jl. Raya Licin No. 03
Desa : Licin
Kecamatan : Licin
Kabupaten : Banyuwangi
3. Nama Yayasan : Yayasan Pendidikan Dan Sosial Nahdlatul Wathon
4. Status Sekolah : Terakreditasi B
5. Sk Kelembagaan : Departemen Agama Nomor : B/Kw.13.4/MTs/111
6. NSS/NIS : 212 35 10 16 048/210500
7. Tipe Sekolah : A/B/C/D
8. Tahun Didirikan/Beroperasi : 1983
9. Status Tanah : Sertifikat
10. Luas Tanah : 5910 M2
11. Nama Kepala Sekolah : Huldi, S.Ag.
12. No. SK Kepala Sekolah : 04/YPNW/IV/2000 Tanggal 24 April 2000
13. Masa Kerja Kepala Sekolah : 7 Tahun 4 Bulan
3. Letak Geografis
MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi terletak di Desa Licin Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi. Lokasi ini berada di sekitar Yayasan Pendidikan Nahdlatul Wathon . Dari jalan raya Licin–Banyuwangi ke utara ± 2 m, dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Batas Utara : Sungai
b. Batas Timur : Madrasah Aliyah
c. Batas Barat : Perkampungan Rumah Warga
d. Batas Selatan : Jalan Raya
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan struktur yang menggambarkan pembagian tugas (job discription) dalam suatu organisasi. Struktur organisasi yang ada di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi adalah sebagai berikut :

STRUKTUR ORGANISASI
MTs. Nahdatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009




5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan alat bantu suksesnya proses pembelajaran dan sebagai penunjang dalam meningkatkan kompetensi belajar siswa.
Sarana dan prasarana yang ada di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Data Sarana dan Prasarana
MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009
No Jenis Sarana Prasarana Jumlah Kondisi
Baik RR RB
1. Ruang Kelas 6 2 2 2
2. Lab. IPA - - - -
3. Lab. Komputer 1 - - -
4. Ruang Perpustakaan - - - -
5. Ruang Tata Usaha 1 1 - -
6. Ruang Kepala Sekolah 1 1 - -
7. Ruang Guru 1 1 - -
8. Ruang Ibadah 1 1 - -
9. Kamar Mandi/WC Guru 1 1 - -
10. KM/WC Siswa Putra 1 - 1 -
11. KM/WC Siswa Putri 1 - 1 -
12. Pos Jaga/Parkir 1 1 - -
13. Lapangan Olah Raga 1 1 - -
Sumber data : Dokumen MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009

6. Data Fasilitas penunjang yang lain
a. Alat Penunjang KBM
Tabel 3.2
Data Alat-Alat Penunjang KBM
No Jenis Alat
Peraga Jml Kondisi
Baik RR RB
1. B. Indonesia 2 2 - -
2. Matematika 1 1 - -
3. Fisika 5 5 - -
4. Biologi 4 4 - -
5. IPS 4 4 - -
6. B. Inggris 2 2 - -
7. B. Arab 3 3 - -
8. Fiqih 3 3 - -
9. Aqidah Akhlaq 3 3 - -
10. SKI 3 3 - -
11. Al Qur’an hadits 3 3 - -
b. Alat Mesin Kantor
Tabel 3.3
Data Alat-Alat Mesin Kantor
No Jenis Alat
Peraga Jml Kondisi
Baik RR RB
1. Mesin Ketik 1 - 1 -
2. Filing Kabinet - - - -
3. Komputer 2 2 - -
7. Data Guru dan Siswa
a. Jumlah Guru
Tabel 3.4
Data Jumlah Guru dan Pegawai
Tipe Guru Jumlah Guru
1. Pegawai Negeri Sipil 1
2. Guru Tetap Yayasan 13
3. Guru Tidak Tetap -
4. Guru Kontrak Pusat -
5. Guru Kontrak Lokal -
Untuk lebih jelasnya tergambar pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5
Data Pimpinan dan Guru
MTs. Nahdlatul Wathon Lcin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009

NO NAMA GURU STATUS BID. STUDI
1. Huldi, S.Ag. Ka. Sekolah -
2. M. Bakri, A.Ma GTY Matematika
3. Siti Mutmainah, S.Ag. GTY Fiqih, SKI, B. Jawa
4. Wiwit Agustini, S.Ag. GTY IPS, PKN, TIK
5. Sutiasih, A.Ma. GTY IPA
6. Sutik Tutiani, S.Pd. PNS B. Indonesia
7. Sulastri, A. MA. Pd. GTY IPS
8. Ach. Syafaat, S.HI. GTY Aqidah Akhlak
9. M. As’Ari GTY KTK, Aswaja, SB
10. U.F. Rinjani, A.Ag. GTY Al-Qur’an-Hadits
11. K. Ach. Bujairimi GTY B. Arab
12. Helmiyanto, S.Pd. GTY B. Inggris
13. Abd. Hamid, A. Ma. Pd. OR. GTY Olah Raga
14. Mauris HR, S. Kom GTY TIK
Keterangan : GTY : Guru Tetap Yayasan
GTTY : Guru Tidak Tetap Yayasan
Sumber data : Dokumen MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008 – 2009

Tabel 3.6
Data Guru dan Karyawan
MTs. Nahdlatul Wathon Lcin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009 Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jabatan Pendidikan Jumlah Total
SD MTs SMA D.S D.3 S.1 L P
1. Ka. Madrasah - - - - - 1 1 - 1
2. Guru - - 3 3 - 7 8 5 13
3. Staf - - - - - - - - -
4. Pustakawan - - - - - - - - -
5. Kebun 1 1 - - - - 1 1 2
Jumlah 1 1 3 3 - 8 10 6 16

b. Perkembangan sekolah 4 tahun terakhir
Tabel 3.7
Data statistik perkembangan
MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi

Tahun
Pelajaran Siswa
Pria Wanita Total
2004/2005 98 97 195
2005/2006 108 98 206
2006/2007 103 128 231
2007/2008 103 126 229
8. Keadaan Siswa
Siswa yang belajar di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi, sebanyak 205 siswa yang tersebar dalam 3 kelas yaitu, kelas VII, kelas VIII, kelas IX, masing-masing kelas, dikelompokkan dalam 2 kelas, yaitu kelompok Putra dan kelompok Putri, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 3.8
Data Siswa – Siswi
MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008-2009

No Keadaan Siswa – Siswi Jumlah
Total
Kelas Putra Putri
1. VII A 14 18 32
VII B 13 16 29
2. VIII A 18 15 33
VIII B 19 16 35
3. III A 12 26 38
III B 13 25 38
Jumlah 89 Siswa 116 Siswa 205 Siswa
Sumber data : Dokumen MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2008 – 2009
9. Visi, dan Misi, MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi
Sebagai suatu lembaga edukatif yang dinamis dan dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan segala kondisi, MTs. Nahdlatul Wathon Licin memiliki Visi dan Misi.
a. Visi MTs. Nahdlatul Wathon Licin
“Membentuk Generasi Teguh Yang Beriman, Berilmu Dan Berakhlakul Karimah”,
b. Misi MTs. Nahdlatul Wathon Licin
a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki.
b. Terbentuknya SDM yang mampu bersaing positif dimasyarakat.
c. Mengoptimalkan pendidikan agama islam.
d. Menumbuhkan dan membiasakan siswa-siswi berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
B. Penyajian dan Analisis Data
1. Kepemimpinan Kepala MTs. Nahdlatul Wathon dalam Peningkatan Kualitas Lulusan
Kunci keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat terhadap komponen-komponen yang ada di lembaga, komponen-komponen itu seperti guru, staf, siswa, dan komponen yang berkaitan terhadap peningkatan kualitas lulusan serta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan di sekolah. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sekaligus agar dapat menggerakan dan memotivasi orang-orang yang terlibat dalam institusi tersebut, maka diperlukan adanya suatu kepemimpinan.
Berbicara mengenai kepemimpinan yang ada di MTs. Nahdlatul Wathon Licin Banyuwangi terhadap peningkatan kualitas lulusan di lembaga tersebut dalam menjalankan roda kepemimpinan, kepala sekolah di MTs membangun rasa kekompakkan dan royalitas sesama guru, staf dan para karyawan guna untuk mencapai keberhasilan sekolah bersama. Kepala sekolah juga membangun rasa kekeluargaan yang tujuannya menghindari rasa kekakuan diantara atasan dan bawahan, apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal.
Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara oleh salah satu guru bidang study B. Arab, yaitu Bapak. Mujairimi, bahwa :
Kepemimpinan kepala sekolah di MTs. Nahdlatul Wathon memiliki prilaku arif, bijak dan mempunyai rasa tanggung jawab yang konsisten dalam memimpin sekolah ini, kepala sekolah tidak pernah bersikap tertutup namun selalu bersikap terbuka, baik dengan guru maupun staf dan karyawanya.
Begitu juga tidak luput dari penilaian siswi kelas VIIa yaitu Khomsatin Amaliyah yang menyatakan bahwa: “Kepemimpinan Kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon sekarang sangat disiplin terhadap kegiatan apapun di Madrasah ini, dan beliau tidak mementingkan kepentingan sendiri tetapi mementingkan semua warga sekolah.”
Senada dengan pernyataan diatas, Bapak M. Bakri, A.Ma selaku guru senior di MTs. Nahdlatul Wathon juga menyataan bahwa : “Untuk mencapai keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin suatu lembaga, seorang pemimpin harus memiliki sikap jujur, mementingkan golongan dari pada kepentingan pribadi, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi.”
Perilaku positif kepemimpinan kepala sekolah MTs. juga tidak hanya di tunjukkan cuma kepada guru, kaitanya dengan peningkatan kualitas lulusan kepala sekolah selalu memberikan dorongan terhadap siswa agar belajar giat dan selalu memberikan himbauan agar mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang diraihnya dengan meningkatkan belajarnya serta kepala sekolah juga menganjurkan kepada siswa untuk ikut aktif dalam kegiatan yang telah disediakan oleh lembaga seperti les tambahan (Remedial) dan ekstrakurikuler yang menunjang terhadap prestasi siswa.
Peneliti juga memperoleh statement terhadap kepemimpinan kepala sekolah di MTs tentang perbandingan antara kepemimpinan sebelumnya dengan kepemimpinan yang sekarang, kepemimpinan kepala sekolah sekarang lebih baik dibanding dengan kepemimpinan sebelumnya terbukti dengan perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan seperti pembangunan gedung sekolah, penambahan fasilitas ruang belajar serta ruang sarana prasarana seperti ruang komputer dan ruang perpustakaan, dan peningkatan input siswa yang semakin banyak serta penambahan-penambahan kelas, asalnya satu kelas sekarang berubah menjadi 2 kelas. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan di MTs memperoleh keberhasilan dalam memimpin lembaga yang di pimpinnya.
Dalam memberdayakan kualitas sumber daya manusia yaitu siswa, kepemimpinan kepala sekolah di MTs juga berperan aktif terkait dengan peningkatan mutu lulusan seperti telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini dapat dilihat dari diadakanya pelatihan-pelatihan kepada para tenaga pengajar (guru) tentang pembelajaran yang mengarah pada keaktifan siswa dan mengembangkan potensi serta kreatifitas siswa, dan juga kepala sekolah sering mengadakan jam tambahan sekolah (remedial) serta mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada kerohanian seperti istigosah dan sholat dhuha bersama-sama.
Lebih intern lagi kepala sekolah mengupayakan peningkatan kualitas lulusan melalui guru, dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan, memantau kinerja guru (supervisi), selalu memberikan kebebasan kepada guru untuk berinisiatif selama tidak lepas dari koridor dan kepala sekolah bersikap korektif terhadap bawahan yaitu guru dan para stafnya serta mengadakan rapat bulanan yang tujuannya evaluasi terhadap kinerja masing-masing guru. Selain upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan melalui guru kepala sekolah juga memperhatikan keadaan siswa, dengan cara pemupukan terhadap anak didik melalui remidi dan trayout serta kegiata-kegiatan yang mengarah terhadap peningkatan mutu lulusan itu sendiri.
Jika kita amati lebih jauh tentang kepemimpinan kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon untuk mencapai peningkatan kualitas lulusan, yang menjadi tolok ukur atau kebijakan terkait dengan peningkatan kualitas lulusan kepemimpinan kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon menitik beratkan terhadap standar kelulusan siswa yaitu danem atau 100% siswa lulus dan memperoleh danem baik maka kepemimpinan kepala sekolah dikatakan berhasil dalam melakukan tugas-tugas sebagai kepala sekolah atau pimpinan di lembaga tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh responden kami yaitu kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon Licin Bapak Huldi, S.Ag. yang menyatakan bahwa : “Yang menjadi tolok ukur terhadap peningkatan kualitas lulusan di sekolah tidak lain ialah nilai tertinggi standar kelulusan yaitu mencapai 100 %.”
Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain (guru, staf dan siswa) agar tindakan-tindakan kepemimpinan kepala sekolah terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin harus melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia lakukan merupakan pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (gaya) kepemimpinan yang dijalankannya. Adapun gaya atau tipe kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon Licin yaitu Gaya Open Management atau Demokrasi. Gaya ini menunjukkan bahwa hubungan antara pimpinan dan orang-orang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga menghargai dan hormat menghormati. Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya.
Mencermati uraian di atas bahwa pemimpin yang bertindak demokratis itu memiliki sifat kooperatif, suka bermusyawarah, dan senang bertanya kepada anggota tentang hambatan atau sarana yang diperlukan bagi kelancaran tugas yang telah diberikan kepada mereka. Lebih penting lagi bahwa tipe kepemimpinan yang demokratis ini leih dekat dan terkait dengan sikap tidak keras dan kasar, tetapi justru senag bersikap lemah-lembut atau humanis dalam menegakkan aturan dan/atau di dalam memberikan perintah kepada bawahanya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari salah satu guru yaitu Bapak M. Bakri selaku guru bidang study matematika yang mengatakan bahwa : “Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas kepemimpinan kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon menggunakan gaya-gaya kepemimpinan, yaitu gaya open management, gaya up to date (mengikuti arus perkembangan), dan gaya moderat/Modern (berpikir maju)”.
Menelaah tentang gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala MTs. Nahdlatul Wathon Licin terkait dengan pengembangan sumber daya manusia yaitu siswa, maka untuk lebih jelasnya mengambil dari pendapatnya Danim dalam bukunya yang berjudul Visi Baru Manajemen Sekolah, merumuskan bahwa : “Kepemimpinan demokrasi adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi akan tercapai”.
Tipe kepemimpinan semacam ini memiliki pribadi yang terbuka. Dia mau menerima masukan dan kritik dari anggotanya. Sekaligus bersikap supportif dan mendukung apa yang menjadi ide atau usul anggota, selama ide itu ditujuan untuk kemajuan lembaga. Untuk menumbuhkan iklim yang harmonis, pemimpin ini juga memperhatikan kebutuhan bawahan atau kesejahteraannya.
Dalam mengambil suatu keputusan, pemimpin yang demokratis akan mengedepankan prinsip musyawarah dengan orang-orang yang ada dalam tanggungjawabnya. Bahkan tidak akan mengambil suatu keputusan hanya didasarkan atas pendapat seorang saja (oleh karenanya ia disenangi, mau menjaga rahasia dirinya atau membela mati-matian saat diserang oleh lawab atau rivalnya).
Untuk lebih jelasnya lagi dibawah ini diuraikan tentang ciri-ciri pemimpinan demokratis, gaya pemimpin yang bersikap demokratis ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi.
b. Bawahan, oleh pimpinan dianggap sebagai komponen pelaksana dan secara integrasl harus diberi tuga dan tanggung jawab.
c. Disiplin, tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama.
d. Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
Gaya kepemimpinan demokrasi ini pun terdapat dua macam, yaitu demokrasi tulen, yaitu yang mempunyai sifat, mau mendengarkan masukan dari bawahan, menekankan tanggungjawab, dan kerjasama yang baik pada setiap anggota (bawahan), serta demokrasi palsu yang mempunyai sifat berusaha untuk menjadi demokratis. Kedemokratisannya tergantung pada emosi dan banyaknya beban pikiran (masalah) yang dihadapi.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa kepemimpinan sebagai proses menciptakan visi, mempengaruhi sikap, prilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasikan visi. Disini jelaslah, bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses bukan sesuatu yang terjadi seketika. Pendidikan merupakan bagian penting dari proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), di mana kecakapan dan kemampuan dinyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Dalam kerangka inilah kepemimpinan kepala sekolah diperlukan dan dipandang sebagai kebutuhan dasar serta kunci keberhasilan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas lulusan.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara.
Berbicara tentang kualitas lulusan dalam koridor lingkungan sekolah, maka siapakah orang yang paling bertanggungjawab atas kelangsungan kualitas ini ? jika merunut jawaban secara global, maka tiap instansi dan individu di lingkungan sekolah itu bertanggungjawab atas kualitas lulusan di sekolah. Namun jika kita harus menyebut nama, pihak yang paling bertanggungjawab atas kelangsungan kualitas lulusan di lingkungan sekolah, maka orang itu adalah kepala sekolah.
Kepala sekolah pada dasarnya adalah pemimpin. Ia adalah pemimpin bagi guru, pegawai non guru dan anak didik. Ini membawa implikasi bahwa kehadiran dirinya di sekolah merupakan figure yang menjadi panutan sekaligus penentu keberhasilan sekolah. Kepala sekolah menjalankan kepemimpinannya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu kepala sekolah diharapkan mampu memancing motivasi, menggerakkan dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan pendidikan menentukan keberhasilan sekolah mencapai tujuannya. Keberhasilan kepmimpinan sekolah akan membawa keberhasilan pula dalam pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Ini mengandung pengertian bahwa kepala sekolah memegang kunci keberhasilan sekolah.
Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah.
Keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah tidak terlepas dari peranan kepala sekolah, pernyataan ini diperkuat oleh pendapatnya Wahjosumidjo, yang menyatakan bahwa :
Pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai visi, misi dan tujuan. Menurutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pertama, Kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah. Kedua, Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada staf dan siswa.
Menurut Sallis, dalam bukunya Syafaruddin yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, ada beberapa peranan utama pemimpin pendidikan dalam mengembangkan kultur (budaya) mutu, yaitu :
a. Memiliki visi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi organisasinya.
b. Memiliki komitmen yang jelas terhadap perbaikan mutu.
c. Menjamin bahwa kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan pekerjaan organisasi.
Kepemimpinan kepala sekolah di MTs. Nahdlatul Wathond dalam peningkatan kualitas lulusan adanya strategi atau langkah yang dijalankan yaitu melalui pengembangan kualitas guru dengan mengadakan kegiatan-kegiatan semacam pelatihan dan workshop. Perhatian khusus terhadap prestasi siswa melalui les tambahan (remedial) dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut sejalan dengan pendapatnya Mulyasa, dalam bukunya yang berjudul Menjadi Kepala Sekolah Profesional menyebutkan beberapa strategi atau langkah-langkah terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas SDM yaitu strategi umum dan strategi khusus. Lebih jelasnya pendapat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Strategi Umum. pertama, pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan berdasarkan rencara kebutuhan yang jelas. Dengan demikian, tidak akan terjadi ketimpangan antara kebutuhan akan tenaga kependidikan dengan tenaga kependidikan yang tersedia. Kedua, dalam dunia pendidikan perlu senantiasa dikembangkan sikap dan kemampuan professional. Seorang tenaga kependidikan harus mampu untuk tidak bergantung pada pekerjaan yang diberikan oleh orang lain. Ketiga, kerjasama dunia pendidikan dengan perusahaan perlu terus-menerus dikembangkan, terutama dalam memanfaatkan perusahaan untuk laboratorium praktek dan objek studi. (2) Strategi Khusus. Strategi ini berkaitan dengan kesejahteraan, pendidikan prajabatan calon tenaga kependidikan, rekrutmen dan penempatan, pembinaan mutu tenaga kependidikan, dan pengembangan karier.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh kepemimpinan kepala MTs. Nahdlawatul Wathon tersebut diharapkan menghasilkan output lulusan yang produktif, kreatif dan professional. Tentu hal itu tidak lepas dari sikap dan prilaku seorang pemimpin kepala sekolah sebagai motor penggerak terhadap kemajuan sekolah, sikap dan prilaku tersebut juga dapat di sebut dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.

2. Upaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Lulusan
Mengingat dari kebijakan yang diambil oleh kepemimpinan kepala sekolah tidak lepas dari langkah-langkah yang di ambil dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar dan menghasilkan output lulusan yang berkualitas maka kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a. Secara Akademik
Kepala sekolah menilai dari sisi kriteria lulusan, secara akademik masing-masing siswa diharuskan maksimal nilai raport memperoleh nilai yang bagus, guna untuk mengejar hal tersebut kepala sekolah mengambil langkah, yaitu :
1). Secara Lahiriah, menambah jam pelajaran (Remedial) khususnya bagi kelas IX yang mau mengadakan kelulusan, dan mengadakan kompetensi kesekolahan seperti dilaksanakannya ujian kompetensi menghafal surat yasin, dengan ini diharapkan lulusan atau output yang dihasilkan memiliki bekal dilingkungan masyarakat.
2). Secara Batiniah, tidak cukup kiranya melakukan usaha tanpa adanya dorongan batin yaitu do’a, selaras dengan semboyan “Manusia Berusaha Tuhan Yang Menentukan” dengan semboyan inilah kepala sekolah mengadakan sebuah kegiatan yang tujuannya pembersihan jiwa dengan cara sholat dhuha, dan Istigosah bersama. Yang intinya meminta kepada tuhan diberi kelapangan dada, dan dimudahkan dalam melakukan segala pekerjaan.
b. Non Akademik
Secara non akademik langkah yang diambil oleh kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas lulusan yaitu :
1). Menyampaikan arahan dan himbauan kepada siswa (anak didik) agar selalu mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Baik yang berkaitan dengan kedisiplinan, kerajinan dan kegiatan-kegiatan yang telah diadakan di sekolah seperti kegiatan remedial dan ekstrakurikuler.
2). Mengadakan pengawasan secara intensif terhadap tenaga pengajar yaitu guru.
Upaya kepala sekolah juga melihat dari sisi proses dan hasil pendidikan, sehingga dalam rangka menghasilkan output lulusan yang berkualitas langkah yang diambil oleh kepala sekolah ialah proses input siswa. Pernyataan itu kami kutip hasil wawancara dengan Bapak Huldi, S.Ag. selaku kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon, beliau menyatakan bahwa :
Sudah 2 tahun berjalan guna untuk memperoleh lulusan yang berkualitas kami mengadakan penerimaan siswa baru dengan mengambil langkah tes seleksi yaitu setiap setelah proses penerimaan siswa baru maka sebelum dikategorikan sebagai siswa MTs. Nahdlatul Wathon maka harus melewati masa ujian tes masuk sekolah, yaitu setiap siswa harus lulus tes ujian membaca Al-Qur’an dan tes ujian Matematika.
Upaya lain yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka peningkatan kualitas lulusan tidak lepas dari pengawasan kepala sekolah itu sendiri kepada para bawahan (guru dan staf), dalam tiap satu bulan sekali kepala sekolah mengadakan evaluasi kinerja oleh masing-masing guru pengajar, guna mendapat masukan dari masing-masing guru terkait dengan tingkat keefektifan dalam proses belajar mengajar. Selain itu kepala sekolah juga mengadakan semacam pemupukan terhadap anak didik dengan cara remidi.
Sebagai upaya dalam melakukan perubahan budaya terutama terhadap mutu produk dari sebuah organisasi atau bisnis, peranan kepemimpinan sangat strategi. Dikemukakan Kouzes dan Posner dalam bukunya Syafaruddin yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan bahwa : “Leader Makes the difference”. “Sebuah lembaga pendidikan hanya akan mengalami perubahan dalam menciptakan mutu lulusan dengan kepemimpinan pendidikan yang berhasil.”
Sejalan dengan pendapat tersebut, Kouzes dan Posner, menjelaskan tentang upaya yang harus dilakukan oleh pemimpin sekolah untuk mencapai mutu lulusan ialah “Shared vision and values are important to future success of the organization.” Membagi visi dengan mengkomunikasikannya dan menanamkan nilai-nilai kepada guru dan pegawai dalam organisasi pendidikan perlu dilakukan agar mereka mengetahui arah dan budaya organisasi yang menjadi pedoman perilaku anggota dalam bekerja.
Memperhatikan pernyataan-pernyataan diatas, Upaya yang telah dilakukan kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan adalah sebagai berikut :
a. Memberikan dorongan terhadap anak didik supaya mengikuti aturan yang telah dibuat di sekolah, baik menyangkut tentang kedisiplinan, kerajinan dan kegiatan-kegiatan ekstra di sekolah.
b. Pemupukan terhadap anak didik melalui jam tambahan sekolah (remedial).
c. Pengawasan terhadap kinerja guru.
d. Selalu memberikan kebebasan kepada guru untuk berinisiatif.
e. Membangun kekompakkan dengan guru maupun staf, demi tercapainya tujuan sekolah.
Hal ini senada dengan pendapat Wahjosumidjo, menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai seorang pemimpin dalam upaya peningkatan kualitas lulusan di sekolah maka kepala sekolah harus mampu :
Pertama, Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing. Kedua, Memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Lulusan
Kepala sekolah juga manusia. Maka dari itu seorang pemimpin sekolah tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Hasil dari wawancara kami terhadap beberapa responden, baik kepala sekolah maupun kepada masing-masing guru. Maka peneliti memperoleh data terkait dengan hal-hal yang menjadi pendukung dan penghambat terhadap kepemimpinan kepala sekolah di MTs. Nahdlatul Wathon dalam peningkatan kualitas lulusan siswa, ialah sebagai berikut :
a. Faktor yang mendukung kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan
Keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan karena didukung oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, faktor orang tua/wali murid, dan sarana prasarana.
1. Faktor Guru
Dalam rangka mendukung terwujudnya suasana proses belajar mengajar yang berkualitas di sekolah diperlukan adanya guru yang profesional. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personality, dan social. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga harus memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
Dari hasil observasi kami, guru-guru di MTs. Nahdlatul Wathon setidaknya sudah memenuhi karakteristik menjadi guru profesional, karena melihat data yang diperoleh dilapangan tenaga pengajar di MTs. Nahdlatul Wathon mayoritas lulusan sarjana (S.1).
Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon bahwa : “Persyaratan bagi calon guru yang mau mengajar di MTs. Nahdlatul Wathon minimal lulusan strata satu (S.1).”
Pernyataan ini sangat dipertahankan bagi kepemimpinan kepala sekolah di MTs. Nahdlatul Wathon licin karena dengan kreteria ini diharapkan hasil proses belajar mengajar memberikan suasana yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pernyataan di atas didukung dengan pendapat salah satu guru bidang study matematika yaitu Bapak M. Bakri, A.Ma. Selaku guru senior di MTs. Nahdlatul Wathon, bahwa “dikatakan guru professional seorang pendidik harus memiliki skill yang mapan, percaya diri, konsisten terhadap waktu dan kesempatan serta penampilan (personal apperoach).
2. Faktor orang tua/wali murid
Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak merupakan upaya langsung untuk membantu anak termotivasi untuk belajar. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama anak-anaknya di lingkungan keluarga, memiliki nilai signifikan dalam hubungannya dengan proses pendidikan. Dorongan dan dukungan orang tua merupakan hal yang terpenting bagi anak-anak yang duduk di bangku sekolah. Semakin orang tua memahami dengan baik, dan mendukung anak-anaknya, maka makin membantu mereka termotivasi dan mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar.
Titipan orang tua kepada lembaga juga memotivasi terhadap kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan minat bakat serta kreatifitas anak didik di sekolah.
b. Faktor yang menghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan
1. Faktor Siswa
Tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh setiap peserta didik menjadi arah kebijakan penentu tingkat keberhasilan kearah kualitas lulusan serta tujuan pembelajaran yang sudah menjadi visi dan misi lembaga. Sudah barang tentu kepemimpinan kepala sekolah sekaligus menjadi arah penentu keberhasilan sekolah memerlukan input siswa yang baik supaya proses dan out yang dihasilkan baik pula. Sebagaimana yang sudah dikatakan oleh Bapak Huldi, S.Ag. selaku kepala sekolah MTs. Nahdlatul Wathon, mengatakan bahwa: “Input peserta didik baik, output yang dihasilkan tentulah berkualitas.”
Kepala sekolah juga menambahkan terkait hal ini, bahwa mayoritas siswa yang sekolah dilembaga MTs. Nahdlatul Wathon dilihat dari letak geografis anak didik berlatar belakang orang tua bekerja petani, di mana yang notabenenya berpendidikan rendah itupun kalau lulus pendidikan dasar. Dan dukungan dari orang tua sangat minim sekali untuk memberikan motivasi kepada anaknya untuk belajar, sehingga yang terjadi anak tersebut menjadi malas belajar dan menyebabkan anak itu membangkang terhadap orang tua. Begitu juga siswa MTs. Nahdlatul Wathon memiliki intelektual yang rendah dibandingkan dengan siswa-siswa di sekolah lainnya. kepala sekolah juga melihat dari sisi ekonominya, siswa yang sekolah di sini juga tidak mayoritas dari kalangan ekonomi menengah keatas, hal inilah kepala sekolah kesulitan untuk menentukan arah kebijakan sekolah menuju hasil yang berkualitas.
2. Sarana dan prasarana
Untuk kelancaran suatu proses, sudah barang tentu aspek sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat vital dan harus ada. Demikian juga dalam upaya untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang kondusif. Agar proses pembelajaran dapat terlaksana sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu didukung oleh sarana-prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Tanpa hal tersebut, proses yang dilakukan pasti akan mengalami hambatan yang besar.
3. Faktor Ekonomi Orang Tua
Mengingat letak geografis penduduk di Daerah Licin yang cukup jauh dari kota serta penghasilan kebutuhan dan pekerjaan yang sangat minim sekali, ini merupakan kendala hal yang wajar bagi lembaga pendidikan dalam peningkatan kualitas siswa kaitanya dengan lulusan yang dihasilkan oleh sekolah. Begitu juga tanpa adanya dana yang mendukung terhadap peningkatan pendidikan guna untuk memenuhi kebutuhan siswa seperti, ruang belajar yang kondusif, fasilitas yang memadai dan sarana prasarana yang mencukupi.
Upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan, tentu tidak terlepas dari adanya faktor pendukung dan faktor yang menghambat.
Di MTs. Nahdlatul Wathon Licin, kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan didukung oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Adanya tenaga pendidik (Guru) yang professional.
b. Kepedulian serta dukungan dari Orang Tua/Wali Murid terhadap anak didik dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan Faktor penghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan adalah sebagai berikut :
a. Kuantitas siswa yang rendah serta minimnya intelektual peserta didik dalam menyerap beberapa materi.
b. Sarana Prasarana yang tidak lengkap.
c. Minimnya ekonomi orang tua
Adanya faktor pendukung dan penghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan ini sangat wajar. Menurut Mulyasa (2003:68) hasil analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), dan kajian dari berbagai sumber dapat dikemukakan faktor dominan (kekuatan, dan peluang) serta faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan sebagai berikut :
1. Faktor Dominan (Kekuatan dan Peluang)
Faktor dominan (kekuatan dan peluang) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan terhadap peningkatan kualitas lulusan mencakup : Gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan pemerintah, Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan, Gotong royong dan kekeluargaan, Potensi kepala sekolah, Organisasi formal dan informal, Harapan terhadap kualitas pendidikan, Input manajemen.
2. Faktor Penghambat (Kelemahan dan Tantangan)
Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan (lulusan) mencakup : sistem politik yang kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan, kurang sarana dan prasarana, lulusan kurang mampu bersaing, rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi, dan rendahnya produktivitas kerja.
Dari pernyataan diatas, Syafaruddin (2002:91) menyebutkan terkait dengan faktor pendukung terhadap peningkatan kualitas lulusan, bahwa pada pokoknya ada tiga perspektif yang menentukan sekolah efektif, yaitu pertama, organisasi keberadaan sekolah yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang ada di sekolah adalah efektivitas kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru, dukungan staf yang baik, pembiyaan yang cukup, sarana dan fasilitas pengajaran yang baik, dan iklim sekolah yang kondusif. Sedangkan faktor eksternal adalah dukungan dewan sekolah, dukungan industri, pemerintah, ekonomi masyarakat, dan lingkungan social.
Kedua, proses seluruh aktivitas atau interaksi mengajar (guru) dan belajar (murid) yang bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan. Di dalamnya melibatkan guru yang terampil, kurikulum, kesiapan murid, termasuk sarana mengajar dan belajar.
Ketiga, hasil, yaitu prestasi yang dapat diukur. Prestasi inilah yang dikaitkan dengan mutu. Prestasi dapat diketahui dari hasil belajar pada ujian caturwulan, ulangan harian, maupun ujian akhir naik kelas atau ujian belajar tahap akhir untuk penentuan kelulusan.
Sedangkan menurut Sudarwan Danim (2006:10) menyatakan bahwa faktor penghambat terhadap kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas lulusan yaitu dikarenakan kemampuan manejemen kepala sekolah yang masih lemah, etos kerja sebagian guru-guru di sekolah masih relative rendah, tingkat kesejahteraan guru yang belum baik dan keterbatasan fasilitas pembelajaran.
Maka dari itu lahirlah sosok institusi pendidikan dengan ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Tradisi kehidupan masyarakat kita yang belum kompetitif ikut mendorong para siswa dan mahasiswa tidak sungguh-sungguh menjalani proses studi. Masyarakat kita pun belum menjadi masyarakat belajar sehingga suasana kehidupan sebagai insan pembelajar belum tampak pada seluruh lapisan masyarakat.
Deskripsi diatas juga menggambarkan bahwa perjuangan komunitas sekolah untuk menciptakan sekolah secara bermutu, baik proses maupun luarannya, benar-benar berat. Di luar tudingan bahwa mutu pendidikan kita masih rendah atau realitasnya memang demikian, berbagai pihak mestinya ikut berkacamata secara jernih. Pertumbuhan ekonomi kita yang rendah menjadi penyebab utama peningkatan mutu lulusan sekolah.